30 April 2010

Sedikit Pengantar Kepada Pemikiran Hidayat Nataatmadja

Revrisond Baswir
Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM
, Yogyakarta
==========================================
Catatan: Tulisan ini adalah salah satu dari kata pengantar buku Hidayat Nataatmadja, "Melampaui Mitos & Logos: Pemikiran ke Arah Ekonomi-Baru" (2007).
==========================================


Lama menghilang, ternyata Dr. Hidayat Nataatmadja masih seperti yang saya kenal pada awal 1980-an, ketika saya masih mahasiswa. Saya ingat betul, pada awal 1980-an, di antara sekian banyak buku yang saya baca, buku-buku Dr. Hidayat termasuk yang saya perlakukan secara istimewa. Buku-buku itu, seperti Karsa Menegakkan Jiwa Agama Dalam Dunia Ilmiah, Membangun Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Ideologi, dan Ilmu Humanika, tidak hanya mampu memberi pencerahan, tetapi secara mendasar buku-buku tersebut berhasil mendefinisikan kedudukan seorang khalifah dalam dunia ilmu pengetahuan.

Sebab itu, mendapat kesempatan menulis pengantar untuk buku seorang guru, bagi saya tidak hanya merupakan sebuah kehormatan yang luar biasa. Terutama bila saya kembali pada kedudukan saya sebagai seorang murid pada awal 1980-an, kesempatan ini terus terang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Pertanyaannya, catatan penting apakah yang perlu saya kemukakan untuk mengantarkan buku ini?

Sebagaimana akan Anda ketahui, buku ini adalah sebuah buku kumpulan tulisan Dr. Hidayat yang telah disampaikannya pada beberapa kesempatan. Dengan latar belakang seperti itu, risiko pertama yang muncul adalah munculnya kesulitan dalam menangkap tema utama yang menjadi tema buku ini. Selain itu, terjadinya resiko pengulangan juga sulit dihindarkan.

Namun demikian, sesuai dengan karakter Dr. Hidayat sebagai seorang filsuf, resiko-resiko buku kumpulan tulisan seperti itu dapat dimaklumi. Sebab, jauh lebih penting dari tema utama yang terdapat pada masing-masing tulisan adalah perspektif atau garis pemikiran yang mendasari masing-masing tulisan tadi. Sehubungan dengan itu, jauh lebih bijak bila dalam kata pengantar ini saya lebih memusatkan perhatian pada ruh yang menjiwai keseluruhan isi buku ini, bukan pada tema-tema parsial yang terdapat pada masing-masing bab.

Sebagaimana dapat dibaca pada berbagai buku Dr. Hidayat yang lain, pokok-pokok pikiran yang perlu disimak secara sungguh-sungguh dari buku ini adalah sebagai berikut.

Pertama, mengenai hubungan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Pandangan Dr. Hidayat mengenai masalah ini merupakan hal yang paling mendasar dari seluruh pemikiran beliau. Meminjam ungkapan Dr. Hidayat, pandangan ini beliau bangun berdasarkan dogma bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Dalam ungkapan Islam, sebagaimana berulangkali beliau kemukakan dalam buku ini, manusia adalah khalifah Allah.

Implikasi pandangan, atau lebih tepat keyakinan, ini terhadap cara pandang Dr. Hidayat mengenai hakikat ilmu pengetahuan menjadi sangat serius. Menurut Dr. Hidayat, dalam menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan, seorang khalifah tidak dapat hanya berpijak pada kajian realitas material (ayat-ayat kauniah). Selain harus mengkaji dan memahami ayat-ayat kauniah, seorang khalifah juga dituntut untuk mengkaji dan memahami wahyu-Nya sebagaimana tertulis dalam kitab suci (ayat-ayat kauliah).

Sikap ilmiah yang dibangun berdasarkan perpaduan antara memahami kitab suci dan perilaku ciptaan-Nya itulah yang oleh Dr. Hidayat disebut sebagai Aqidah Berfikir Qurani. Menurut Dr. Hidayat, realitas yang berkembang saat ini, tidak hanya mengungkapkan telah terjadinya kekacauan dalam proses pensenyawaan kedua wilayah tersebut, lebih parah lagi, juga terjadi kekacauan pada masing-masing wilayah yang bersangkutan. Ilmu-ilmu agama, jika dapat disebut demikian, tersesat di jalan buntu kaidah berfikir Ghazalian. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tersesat di jalan buntu Teori Relativitas Einstein.

Untuk menjebol kekacauan itu, satu-satunya cara menurut Dr. Hidayat adalah dengan kembali ke Aqidah Berpikir Qurani dalam arti yang sebenarnya. Untuk itu, kaidah berpikir Ghazalian harus dikawinkan kembali dengan kaidah berpikir Rusydian. Artinya, pemisahan yang selama ini terjadi antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi harus segera diakhiri.

Kedua, mengenai sesat pikir ekonomi neoklasik. Kritik Dr. Hidayat terhadap ekonomi neoklasik sangat berbeda dari berbagai kritik yang berkembang selama ini. Dalam membangun kritiknya, sejalan dengan Aqidah Berpikir Qurani yang menjadi pegangannya, Dr. Hidayat terlebih dahulu membedakan antara jalur berpikir intuitif, atau yang oleh Edward de Bono disebut sebagai jalur berfikir lateral, dengan jalur berpikir rasional (vertikal) yang selama ini dipakai dalam mengembangkan ilmu ekonomi neoklasik.

Sejalan dengan pendapat de Bono, menurut Dr. Hidayat, kreativitas tidak mungkin dapat dikembangkan dengan hanya berpikir rasional. Kreativitas hanya dapat dikembangkan dengan berfikir lateral. Adapun fungsi berfikir rasional pada dasarnya adalah untuk menyempurnakan inovasi yang dihasilkan oleh jalur berpikir lateral.

Berangkat dari pemilahan kedua jalur berpikir yang seharusnya merupakan satu kesatuan cara berpikir tersebut, maka kelemahan utama ekonomi neoklasik menurut Dr. Hidayat, terletak pada keterkungkungannya dalam jalur berpikir rasional. Akibatnya, jika dilihat dari segi tujuannya, tujuan ekonomi neoklasik cenderung dibatasi hanya pada pengejaran keuntungan yang sebesar-besarnya. Artinya, karena mengabaikan arti penting pemenuhan kepuasan kreatif, ekonomi neoklasik cenderung hanya mementingkan upaya pemenuhan kepuasan yang bersifat konsumtif.

Akibatnya sangat fatal. Sebagaimana diketahui, dalam kegiatan ekonomi senantiasa terdapat dua pihak yang mempunyai tujuan yang bertolak belakang. Artinya, upaya pemupukan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh satu pihak, pasti bertabrakan dengan upaya serupa yang dilakukan oleh pihak yang lain. Hal itu dapat terjadi baik dalam hubungan antara konsumen dan produsen, maupun dalam hubungan antara buruh dan majikan. Fenomena tabrakan dua tujuan itulah antara lain yang ditemukan oleh Karl Marx ketika ia membangun kritiknya terhadap kapitalisme.

Sama seperti ketika menawarkan solusinya untuk menanggulangi kekacauan yang terjadi dalam lingkup hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan, untuk menanggulangi kesesatan ekonomi neoklasik ini, Dr. Hidayat secara tegas menandaskan perlunya penserasian kembali antara upaya mencapai kepuasan kreatif dengan upaya untuk mencapai kepuasan konsumtif. Menurut Dr. Hidayat, ini penting, sebab hanya dengan tetap mementingkan pencapaian kepuasan kreatif, nafsu untuk hanya mengejar kepuasan konsumtif dapat dikendalikan. Artinya, ilmu ekonomi yang sesuai dengan Aqidah Berfikir Qurani seharusnya dikembangkan dengan mengacu pada pencapaian dua jenis kepuasan tersebut.

Ketiga, mengenai keterpurukan bangsa Indonesia serta strategi penaggulangannya. Menurut Dr. Hidayat, keterpurukan yang dialami bangsa Indonesia, selain disebabkan oleh terjadinya kekacauan pada tingkat kaidah berpikir dan kebijakan ekonomi, tidak dapat dipisahkan dari berlangsungnya upaya terus menerus dari pihak kolonial untuk mempecundangi Indonesia. Bahkan, menurut Dr. Hidayat, hal itu sudah berlangsung secara sistematis sejak dicapainya kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar pada 1951.

Menurut Dr. Hidayat, hasil kesepakatan KMB yang mengakui kedaulatan Indonesia secara bersyarat tersebut, alih-alih dipahami sebagai Kemenangan Perang Kemerdekaan, justru lebih tepat dipahami sebagai Kekalahan Perang Kemerdekaan.

Kekalahan itu tidak hanya tampak pada adanya kewajiban membayar pampasan perang sebesar US$2,5 miliar, tetapi juga pada disanderanya Irian Barat (Papua) hingga lunasnya pembayaran pampasan perang tersebut.

Celakanya, perlawanan Soekarno terhadap pihak kolonial, justru berakibat pada dilakukannnya tindakan yang lebih bengis oleh pihak kolonial dengan cara menjatuhkan Soekarno. Akibatnya, pasca kejatuhan Soekarno, antara lain melalui penyebaran jerat utang, pihak kolonial kembali leluasa memaksakan kehendaknya di Indonesia. Bahkan, belakangan, melalui beberapa lembaga ekonomi internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan Organisasi Perdanganan Dunia (WTO), pihak kolonial secara sistematis berusaha menaklukkan dunia semata-mata untuk memaksimalkan kepuasan konsumtifnya.

Untuk menjebol keterpurukan itu, melalui Aqidah Berfikir Qurani, maka menurut Dr. Hidayat tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia selain berusaha membangun kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan Sistem Ekonomi Kerakyatan. Fokus Sistem Ekonomi Kerakyatan menurut Dr. Hidayat terletak pada pengembangan sektor mayoritas (sektor pertanian). Dr. Hidayat menyebut modus ini sebagai Modus Pembangunan Dorong Gelombang. Adapun ciri-cirinya antara lain adalah bersifat berkelanjutan dan bebas dari kemiskinan struktural.

Menyimak ketiga pokok pemikiran tersebut, dapat disaksikan betapa mendasarnya pandangan yang dikemukakan oleh Dr. Hidayat melalui buku ini. Dengan mengatakan hal itu, dengan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada Dr. Hidayat, sama sekali bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa seluruh pemikiran yang tertuang dalam buku ini dapat disederhanakan menjadi ketiga pokok pikiran tersebut. Sebagaimana dapat disimak pada masing-masing tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini, wilayah yang dijangkau oleh Dr. Hidayat jauh lebih luas daripada yang telah saya kemukakan tadi.

Sebab itu, untuk tidak berpanjang-panjang, saya kira ada baiknya bila kata pengantar ini saya cukupkan sampai di sini. Selamat membaca.